Translate

English French German Spain Italian Dutch

Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified
Selamat beribadah puasa. Mohon maaf lahir dan bathin.

Jumat, 19 Agustus 2011

Puasa Menyembuhkan Penyakit Kronis

Banyak penderita penyakit kronis, terutama gastrointestinal, merasa ragu untuk berpuasa. Puasa justru bisa memberi efek terapeutik bagi penderita sakit maag fungsional Penderita penyakit kronis jangan memaksakan puasa, kecuali jika sakit yang diderita bisa dikontrol, tidak terlalu parah, serta kondisi tubuh sedang sehat bugar.

Bagi umat muslim, bulan Ramadhan merupakan momen yang ditunggu-tunggu untuk berlomba-lomba mengerjakan ibadah, terutama berpuasa. Ibadah wajib muslim dewasa ini mensyaratkan untuk menahan diri dari hal-hal yang membatalkan seperti makan, minum, serta hubungan seksual sejak terbit fajar hingga terbenam matahari. Di Indonesia, ibadah puasa Ramadhan berlangsung sekitar 14 jam.


Banyak penderita penyakit kronis, terutama gastrointestinal, merasa ragu untuk berpuasa. Namun, Ari Fahrial Syam, dari Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI dalam Simposium Mini “Tips Berpuasa pada Penyakit Kronik” mengklaim bahwa puasa justru bisa memberi efek terapeutik bagi penderita sakit maag fungsional. Ketika puasa, sistem pencernaan tidak menerima makanan dan minuman. Efeknya, akan terjadi peningkatan asam lambung (HCl) dan pepsin yang akan kembali normal setelah puasa selesai. Gejala dispepsia fungsional (tanpa kelainan organik) yang umumnya terjadi karena makan yang tidak teratur, kebiasaan makan camilan berlemak, minum kopi atau minuman bersoda sepanjang hari, atau karena stres akan membaik jika berpuasa. Saat berpuasa, seseorang akan dipaksa untuk makan teratur, minimal ketika waktu berbuka puasa, mengurangi camilan berlemak, mengurangi rokok, mengurangi minum soda dan kopi, serta mengendalikan diri sehingga tidak terlalu stres.


Lain halnya penderita dengan tanda alarm pucat, baru sakit maag di atas usia 45 tahun, perdarahan saluran cerna atas atau bawah, serta muntah terus-menerus mesti diberi perhatian khusus. Penderita bisa tetap berpuasa, namun diobati terutama dengan kombinasi famotidine dengan antasid, golongan Omeprazole juga bisa digunakan. Selain itu perlu juga edukasi tentang makanan dan minuman yang perlu diperhatikan. Hindari makanan yang banyak mengandung gas, misalnya makanan berlemak, sayuran tertentu (sawi dan kol), buah-buahan tertentu (nangka, pisang, durian), makanan yang berserat seperti kedondong, buah yang dikeringkan, serta minuman bersoda. Perlu dihindari makanan yang merangsang pengeluaran asam lambung antara lain kopi, minuman beralkohol, anggur putih, sari buah sitrus, serta susu. Hindari makanan yang sulit dicerna yang dapat memperlambat pengosongan lambung seperti kue taart dan keju.
 

Makanan yang merusak dinding lambung secara langsung tentu sebaiknya tidak dikonsumsi, seperti cuka, cabe, merica, serta bumbu rempah-rempah yang merangsang. Hindari makanan yang melemahkan klep kerongkongan bawah antara lain alkohol, coklat, makanan tinggi lemak, atau gorengan. Beberap sumber karbohidrat yang perlu dihindarkan ialah beras ketan, mie, bihun, bubur, jagung, ubi, singkong, talas, atau dodol.
 

Senada dengan penderita dispepsia, para penderita diabetes mellitus (DM) yang gula darahnya terkontrol, puasa 12-14 jam juga tidak mengganggu kesehatan. Sedangkan penderita DM yang gula darahnya tidak terkontrol cenderung dehidrasi karena poliuri, di samping pemcahan lemak berlebih sehingg berisiko ketosis. DM memang merupakan penyakit kronis yang tidak bisa sembuh dan pasiennya mesti didorong untuk tidak mengambil sikap berbeda dengan orang sekitar dan lingkungannya, menurut Reno Gustaviani dari Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Puasa ramadan bisa tetap dilakukan oleh para pasien DM, namun perhatian khusus diberikan pada pasien DM yang membutuhkan Obat Hipoglikemik Oral (OHO) dan pasien yang memerlukan insulin.
 

Pada prinsipnya, puasa dianjurkan pada semua pasien DM tipe 2 dengan BB lebih asalkan dikontrol dengan baik. Hal ini mampu memperbaiki sensitivitas insulin dan kontrol metabolik serta mengurangi berat badan. Semua pasien DM mesti mengontrol glukosa darah secara ketat. Sebab, puasa merupakan stres tubuh yang meningkatkan hormon kontra regulasi insulin sehingga glikogenesis dan glukoneogenesis lebih cepat terjadi pada pasien DM yang tidak terkendali dan menyebabkan ketoasidosis dan dehidrasi. Ketika puasa, kadar glukosa darah dapat berfluktuatif secara cepat, jika kurang dari 63 mg/dL, segeralah berbuka. Petunjuk praktis diet diabetesi pada bulan ramadan ialah makan sahur mendekati imsak, membatasi makanan manis ketika buka dan sahur, batasi makanan yang digoreng, serta dianjurkan untuk makan karbohidrat kompleks.
 

Adapun untuk para lansia, fokus utama puasa ramadhan terletak pada pengaturan diet ketika berbuka dan sahur, papar Siti Setiati dari divisi Geriatri Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Para lansia diperbolehkan berpuasa jika kondisi tubuhnya stabil, penyakitnya terkontrol, serta tidak ada infeksi akut. Proporsi kalori untuk sahur, buka puasa, dan sesudah tarawih bagi para lansia ialah 40%, 50%, dan 10%. Ketika berbuka puasa, pastikan tidak langsung makan berat, karena fungsi lambung dan usus halus jelas sudah jauh menurun. Kebutuhan kalori puasa dengan tidak puasa tidak ada perbedaan, sehingga, jumlah makanan yang masuk logikanya tidak boleh berubah. Untuk mencegah dehidrasi, anjurkan lansia untuk minum air ketika bangun tidur, ketika sahur, saat berbuka, serta porsi terbesar setelah tarawih atau sebelum tidur. Antara berbuka dengan sebelum sahur sebaiknya mengkonsumsi jus buah agar lebih bernutrisi. Terlalu banyak es pada minuman akan menahan rasa kenyang sehingga para lansia menjadi malas makan.

Ketika sahur, Siti memaparkan, tidak dianjurkan minum teh dan kopi dan makanan yang sulit dicerna, seperti keju. Dianjurkan mengonsumsi makanan yang lambat dicerna dan tinggi serat ketika sahur dan berbuka. Pilihan yang baik ialah buah-buahan terutama kurma karena mengandung gula, serat, karbohidrat, kalium, dan magnesium. Sedangkan untuk konsumsi obat, para lansia mesti memperhatikan jenis dan etiket obat. Agen sistemik bisa dikonsumsi ketika berbuka dan sahur. Namun bila kondisi tidak memungkinkan, sebaiknya segeralah berbuka. Ingat, ganjaran ibadah puasa hanyalah Allah yang tahu, jadi prinsip utama berpuasa pada penyakit kronis ialah jangan memaksakan puasa, kecuali jika sakit yang diderita bisa dikontrol, tidak terlalu parah, serta kondisi tubuh sedang sehat bugar. 


Sumber

0 komentar: